Kamis, 28 November 2013

PERAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK



Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap.
Ada banyak cara untuk memberikan pendidikan kepada anak baik formal maupun non formal. Adapun pendidikan formal tidak sebatas dengan memberikan pengetahuan dan keahlian kepada anak-anak mereka di sekolah. Selain itu pendidikan non formal menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau ahlak mulia, norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi dengan bimbingan orang tua di rumah.
Sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan formal memerlukan banyak hal yang mendukung yaitu antara lain kepentingan dan kualitas yang baik dari kepala sekolah dan guru, peran aktif dinas pendidikan/pengawas sekolah, peran aktif orangtua dan peran aktif masyarakat sekitar sekolah. Akan tetapi orang tua juga tidak dapat menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah. Pendidikan anak dimulai dari pendidikan orang tua di rumah dan orang tua yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap masa depan anak-anak mereka, sekolah hanya merupakan lembaga yang membantu proses tersebut. Sehingga peran aktif dari orang tua sangat diperlukan bagi keberhasilan anak-anak di sekolah.
Ada beberapa cara dalam meningkatkan peran orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka. Pertama, dengan mengontrol waktu belajar dan cara belajar anak. Anak-anak diajarkan untuk belajar secara rutin, tidak hanya belajar saat mendapat PR dari sekolah atau akan menghadapi ulangan. Setiap hari anak-anak diajarkan untuk mengulang pelajaran yang diberikan oleh guru pada hari itu. Dan diberikan pengertian kapan anak-anak mempunyai waktu untuk bermain.
Kedua, memantau perkembangan perkembangan kemampuan akademik anak. Orang tua diminta untuk memeriksa nilai-nilai ulangan dan tugas anak mereka.
Ketiga, memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan berkomunikasi dengan wali kelas untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah.
Keempat, memantau efektivitas jam belajar di sekolah. Orang tua dapat menanyakan aktifitas yang dilakukan anak mereka selama berada di sekolah. Dan tugas-tugas apa saja yang diberikan oleh guru mereka. Kebanyakan siswa tingkat SMP dan SMA tidak melaporkan adanya kelas-kelas kosong dimana guru mereka berhalangan hadir. Sehingga pembelajaran yang ideal di sekolah tidak terjadi dan menjadi tidak efektif.
Selain semua hal tersebut di atas ada beberapa hal lain perlu diperhatikan yaitu membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya), membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya, membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak dan membantu anak merancang hidupnya.
Pendidikan sebenarnya diperoleh anak melalui sosialisasi keluarga. Dalam keluarga ada beberapa hal yang menjadi poin penting yang perlu ditekankan pada anak, diantaranya pendidikan agama, pendidikan moral, life skill, bahkan sampai pendidikan formal. Melihat kondisi anak yang umumnya masih labil, pada dasarnya anak sering mengalami kebingungan dalam memilih sekolah yang tepat. Hal ini disebabkan anak belum mampu mempertimbangkan pendidikan model apa yang terbaik buat dirinya, maka orangtua berkewajiban mencarikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Pendidikan yang baik tentunya sesuai dengan karakteristik anak. Masing-masing anak mempunyai kebutuhan berbeda untuk model pendidikannya, sesuai dengan kemampuan anak sesuai dan juga kemauan anak.
Dalam hal ini bukan berarti orang tua boleh memaksakan kehendaknya, tapi lebih pada memberi pengertian pada si anak sekolah apa yang cocok buat dirinya, dan prospek ke depan bagaimana dan tentunya harus paham akan kemampuan anak. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangan orang tua ketika memilihkan sekolah untuk anak-anaknya. Misalnya saja dari fasilitas sekolah yang terdiri dari ruang kelas, lapangan olahraga, fasilitas pendukung lainnya. SDM sekolah, guru, kepala sekolah, kurikulum yang ditawarkan lokasi, dan biaya yang dibutuhkan.
Bila dilihat dari sejarah, tugas pertama manusia adalah beranak cucu dan bertambah banyak. Manusia diberi mandat untuk mempunyai keturunan yang berkualitas; baik rohani, intelektual, emosi, kehendak dan fisik yang sehat. Tugas manusia yang kedua adalah memenuhi dan menaklukkan bumi dan menguasai yang ada di dalamnya. Ada hubungan yang tidak terpisahkan antara tugas yang pertama dan yang kedua. Dengan bertambahnya keturunan manusia yang "seutuhnya", diharapkan daerah-daerah yang kosong dapat dihuni, dikuasai, dan dipelihara. Manusia diberi kuasa untuk memelihara dan mengembangkan bumi dan segala isinya.
Dalam kedua tugas itu sudah tersimpan esensi pendidikan. Peran orang tua sangat besar dalam mendidik anaknya dan merupakan hal yang alami. Orang tua memperkenalkan alam kepada anaknya: bunga di halaman rumah, burung dalam sangkar dan yang lain-lain. Mereka terus mendidik anaknya dengan sabar agar dapat mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Orang tua memberikan contoh bagaimana melakukan tugas sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan sebagainya.
Bahkan sampai menginjak dewasa, orang tua masih terus mendidik anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang, dan dapat menjalani hidupnya sendiri. Selain itu, orang tua memberikan nilai-nilai etis, apa yang baik dan yang tidak baik bagi masyarakat. Apa yang diberikan orang tua kepada putra-putrinya merupakan esensi dari pendidikan secara umum. Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Orang tua mendidik anaknya tentang prinsip hidup; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak berinteraksi kepada Penciptanya, sesama manusia dan alam.
Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk juga belajar dan terus menerus mencari ilmu, terutama yang berkaitan dengan pendidikan anak. Agar terhindar dari kesalahan dalam mendidik anak yang dapat berakibat buruk bagi masa depan anak-anak. Orang tua harus lebih memperhatikan anak-anak mereka, melihat potensi dan bakat yang ada di diri anak-anak mereka, memberikan sarana dan prasarana untuk mendukung proses pembelajaran mereka di sekolah. Para orang tua diharapkan dapat melakukan semua itu dengan niat yang tulus untuk menciptakan generasi yang mempunyai moral yang luhur dan wawasan yang tinggi serta semangat pantang menyerah.

Sumber :
http://bbawor.blogspot.com/2008/08/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+BungaKehidupan+%28BUNGA+KEHIDUPAN%29

Selasa, 09 Juli 2013

Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak memasuki dunia kehidupannya. Sains pada hakekatnya  merupakan sebuah produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses sains meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Oleh karena itu, sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi.
Gerakan reformasi dalam pembelajaran sains dan teknologi di sekolah yang bertujuan untuk warga negara paham akan sains dan teknologi (scientific and technological literacy), sebagaimana apa yang telah dilakukan dan dimulai dalam dua dekade terakhir oleh negara-negara maju.
Perkembangan Iptek yang semakin pesat perlu perhatian oleh guru dan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan yang semakin meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam kurikulum pendidikan nasional tahun 2006, pendidikan sains merupakan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberian mata pelajaran sains bagi anak dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Prinsip pengembangan kurikulum didasarkan bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Dalam realitasnya, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menjamin relevansi dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,  keterampilan  berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional mutlak harus dilaksanakan.
Saat ini, Iptek sudah mengalami peningkatan. Namun pembelajaran IPA masih didominasi dengan penggunaan metode ceramah atau metode yang konvensional yang kegiatannya lebih berpusat pada guru (teacher centered). Dalam hal ini tentu saja aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga siswa cenderung dituntut untuk membenarkan apa yang dikatakan oleh guru tanpa usaha untuk membuktikan kebenarannya.
Dalam proses pembelajaran guru hanya menjelaskan IPA sebatas produk (yang sudah ada) dan sedikit proses tanpa pembuktian. Salah satu alasan yang menyebabkan adalah banyaknya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum.
Dari pemikiran di atas, dapat dikemukakan bahwa tantangan pembelajaran sains saat ini adalah perlu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengantisipasi masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Untuk kepentingan itu, pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan aspek teknologi dan masyarakat. Pembelajaran yang mengkaitkan sains dengan teknologi dan masyarakat, dikenal dengan pembelajaran dengan pendekatan sains, teknologi dan Masyarakat (STM) atau Science, Technology, and Society (STS).

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, masalah yang akan dikaji dalam makalah ini antara lain:
1.      Bagaimanakah hakekat pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran?
2.      Bagaimanakah implementasi pendekatan sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran?
3.      Apa saja nilai tambah pendekatan sains, teknologi, dan masyarakat dalam pembelajaran?
4.      Apa saja kritik dan permasalahan/kendala yang dapat ditemukan dalam mengimplementasikan pendekatan sains, teknologi dan masyarakat?
5.      Bagaimana solusi terbaik agar pendekatan STM mampu ditanamkan dengan baik di Indonesia?

C.    Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1.      Mengetahui dan memahami hahekat pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat yang sebenarnya.
2.      Mengetahui, memahami, dan dapat mengimplementasikan pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat dalam proses pembelajaran.
3.      Mengetahui nilai tambah atau kelebihan penggunaan pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat dalam pembelajaran.
4.      Mengetahui kritik, permasalahan/kendala dalam proses penerapan pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat dalam pembelajaran.
5.      Dapat menemukan, memahami, dan mengaplikasikan solusi agar pendekatan STM di Indonesia mampu ditanamkan dengan baik.


BAB II
PEMBAHASAN

            Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat merupakan pendekatan pembelajran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat disebut juga sebagi pendekatan terpadu antara sains dan issue teknologi yang ada di masyarakat. Denagn pendekatan ini siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian guru sains dapat menggunakan pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep dan pengembangannya untuk kemaslahatan masyarakat.

A.    Hakekat Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran
1. Latar Belakang Pengembangan Sains-Teknologi-Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi dan masyarakat (STM) adalah pengindonesiaan dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan volume informasi dalam masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih mendalam, maka pendekatan STM dapat sangat membantu bagi anak. Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner konten dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.  Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi. Pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.
Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains secara khusus, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia.
Untuk penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya merupakan akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model, dan terminologi. Proses, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk memperoleh dan menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. (2005) melaporkan, bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks yang memiliki peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah. Dengan demikian, tujuan pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya (Pudjiadi, 2005).
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
1.       Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
2.       Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3.       Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
2.      Pendekatan STM di Indonesia
 Gerakan pendekatan STM di Indonesia menurut Hidayat(1997) merupakan respon atas kondisi dan situasi pendidikan yang pada umumnya menunjukkan bahwa:
                            i.      Siswa pada umumnya kurang dapat menerapkan konsep dan proses sains yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
                          ii.       Otoritas guru yang menonjol, dimana guru menganggap dirinyassumberformasi yang harus dipelajari siswa.
                        iii.      Pembeljaran sains pada umumnya dilakukan di dalam kelas dan guru jarang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Di Indonesia gagasan penerapan pendekatan STM sebetulnya sudah dimunculkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran materi sains Kurikulum 1994. Namun, dalam praktek di lapangan masih jarang bahkan bisa dikatakan belum diterapkan. Penerapan pendekatan STM pada umumnya masih terbatas pada tahap uji coba/penelitian-penelitian.
Pentingnya untuk mengembangkan pembelajaran sains lewat pendekatan STM tertuang kembali dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yang secara resmi mulai diterapkan tahun 2004. Dalam kurikulum tersebut secara eksplisit ditegaskan bahwa Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) merupakan salah satu aspek yang harus dipelajari siswa dala pembelajaran sains.
3.      Keterkaitan sains dan teknologi dengan pendekatan STM
Ada keterkaitan antara metode inkuiri dalam sainsdengan strategi desain dalam teknologi, serta antara penjelasan dalam sains dengan solusi teknologi. Dalam arti teknologi tergantung pada keakuratan informasi sains dan tidak bisa bertentangan dengan hukum/prinsip-prinsip sains. Sebaliknya sains tergantung pada teknologi sebagai penyedia sarana untuk melakukan observasi-observasinya. Di samping itu, sains dan teknologi keduanya memberikan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat. Manfaat langsung dari sains adalah memberikan pemahaman yang benar tentang alam, sedang manfaat langsung dari solusi teknologi adalah memfasilitasi atau memberikan jalan/kemudahan bagi manusia untuk merespon lingkungannya.
 Di sisi lain, salah satu tujuan pembelajaran sains adalah menanamkan pengetahuan dan konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, maka materi pembelajaran sains juga harus membumi. Artinya tidak asing bagi siswa sehingga fakta/fenomenanya dapat dengan mudah dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupannya.
Begitu juga teknologi seharusnya tidak lepas dari kehidupa masyarkat, artinya teknologi yang dikembangkan harus mempertimbangkan aspek sosial dan etika sehingga memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat. Oleh karena itu, agar tujuan tersebut dapat terealisasi maka sejak awal perlu dikembangkan pendekatan STM dalam pembelajaran sains.
4.      Karakteristik pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat
Pendekatan STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakt sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Paradigma yang digunakan dalam pendekatan STM menurut Aikenhead (1994) adalah:
a.       Pembelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia.
b.      Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para ilmuwan saja tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam menemukan konsep yang baru.
c.       Setiap pokok bahasan dikaitkan denagn konteks sosial dan teknologi sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara alam semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia sebagai teknologi dan dunia sehari-hari para siswa sebagai lingkungan sosial masyarakat.
Alam merupakan lingkungan manusia yang nmerupakan sumber berbagai macam pengetahuan (sains) di samping itu, dalam melangsungkan kehidupannya manusia akan mendayagunakan alam.. untuk dapat memanfaatkan alam tersebut, manusia perlu menciptakan teknologi. Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk memudahkan manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya yang dibuat dengan menerapkan prinsip-prinsip sain. Agar kelangsungan hidup manusia dapaty terjaga, maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut harus memperhatikan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat luas.
Program pembelajaran dengan pendekatan STM pada umumnya mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah-masalah setempat.
b) Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan masalah.
c) Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah.
d) Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
e) Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
f) Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam kelas.
g) Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
h) Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
i) Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan.
j) Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.

B.     Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran
Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu:
Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.
Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice  guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
Invitation (Fase Invitasi)
Pada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Pada tahap ini dapat dipilih salah satu dari alternative:
a.       guru mengemukakan issue atau masalh actual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati /dipahami oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa utnuk bisa ikut mengatasinya.
b.       Issue atau masalah digali dari pendapat atau keinginan siswa dan yang ada kaitannya dengan konsep sains yang akan dipelajari.
Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Fase Exploration Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusaha memahami/mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalah baginya. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan megusulkan tindakan.
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.

Proposing Explanations and Solutions (Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi)
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Berdasarkan hasil eksplorasinya, siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana cara pemecahan masalahnya. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsep baru yang sesuai denagn kondisi lingkungan setempat. Untuk memantapkan konsep yang diperoleh siswa tersebut, guru perlu memberikan umpan balik/peneguhan.
Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan.
Apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.

FaseTaking Action Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up.
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut di atas, agar proses pembelajarannya dapat berjalan baik maka menurut Aikenhead (1994) terlebih dahulu perlu diidentifikasi/dirumuskan empat aspek yaitu:
a.       Fungsi/tujuan: yaitu menyangkut apa yang ingin dicapai dengan pembelajaran sains melalui pendekatan STM tersebut.
b.       Content/isi: yaitu menyangkut materi apa yang akan dipelajari.
c.       Struktur: yaitu menyangkut bagaimana sains dan teknologi akan diintegrasikan.
d.      Sequence/urutan: yaitu menyangkut bagaimana operasionalisasi pembelajaran STM tersebut didesain/dirancang.
Untuk merealisasikan maksud tersebut, strategi belajar yang dianjurkan meliputi kegiatan:
a.       Brainstorming (curah pendapat tentang masalah atau topik yang akan dipelajari).
b.      Merumuskan permasalahan secara spesifik.
c.       Curah pendapat tentang sumber belajar yang akan digunakan.
d.      Menggunakan sumber belajar dalam pengumpulan informasi atau data.
e.       Menganalisa, mensintesa, dan mengevaluasi.
f.       Melakukan aksi.
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
1.        Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.
2.        Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
3.        Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
4.        Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5.        Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah.
Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan dengan menggunakan lima domain, yaitu:
  1. Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.
  2. Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
  3. Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.
  4. Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara personal.
  5. Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.
C. Nilai Tambah Pendekatan STM dalam Pembelajaran
Dengan mencermati karakteristik pendekatan STM seperti yang diuraikan sebelumnya, maka secara konseptual pendekatan STM memiliki beberapa nilai tambah, baik yang merupakan sasaran utama maupun yang berbentuk dampak pengiring. Nilai tambah yang merupakan sasaran utama antara lain:
1.      Lewat pendekatan STM dapat membuat pengajaran sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari serta membuka wawasan siswa tentang peranan sains dalam kehiduan nyata.
2.      STM dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep, ketrampilan proses, kreativitas, dan sikap menghargai produk teknologi, serta bertanggung jawab atas masalah yang muncul di lingkungan.
3.      Pendekaatan STM yang berorientasi pada “hand on activities” membuat siswa dapat menikmati kehgiatan-kegiatan sains dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah terlupakan. Dengan demikian, dapat juga digunakan untuk menarik minat siswa dalam mempelajari sains.
4.      STM dapat memperluas wawasan siswa tentang keterkaitan sains dengan bidang studi lain. Hal ini dapat terwujud karena dalam memecahkan permasalahan lam di lingkungan siswa tidak cukup hanya mempelajari bidang sains saja, melainkan perlu berbagai bidang studi yang lain.
5.      Lewat pendekatan STM dapat pula dikembangkan pembelajaran terpadu atau “Integrated Learning”, lintas bidang studi atau “Across Curriculum”. STM juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas “Total Curriculum” atau pembelajaran secara menyeluruh.

Ada pun dampak pengiring dari penerapan STM adalah akibat drai beragamnya kegiatan yang dilakukan dan penggunaan berbagai macam cara penilaian pencapaian keberhasilan belajar siswa. Misalnya adanya:
a.       Kegiatan kerja kelompok dapat memupuk kebiasaan saling kerjasama antarsiswa.
b.      Kegiatan diskusi dapat memacu siswa untuk berani mengemukakan pendapat sekaligus melatih ketrampilan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Selain itu juga akan terbentuk sikap terbuka atau menghargai pendapat orang lain.
c.       Penciptaan suatu karya atau pengaplikasian suatu gagasan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa bahwa dirinya dapat berperan atau bermanfaat baik bagi masyarakat maupun bagi perkembangan sains dan teknologi.
d.      Penggunaan cara evaluasi yang kontinu dan beragam dapat mendorong siswa untuk serius atau perhatian dalam mengikuti pembelajaran, karena penilaian tidak hanya menyangkut kemampuan kognitif saja melainkan juga partisipasi dan kreativitasnya. Di samping itu siswa akan merasa bahwa semua aktivitas atau gagasan yang ia lontarkan akan mendapat apresiasi, sehingga tidak ada keterlibatan yang mubadzir.
Penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar pendidikan dan sains menunjukkan bahwa siswa-siswa yang belajar sains dengan pendekatan STM dapat menguasai konsep sebanyak siswa-siswa yang belajar secara konvensional, dan menyimpan lebih lama konsep-konsep tersebut di dalam struktur kognitif mereka. Adapun keefektifan STM dalam penguasaan konsep adalah sebagai berikut:
1)      Pendekatan STM sama efektifnya seperti pendekatan lain untuk penguasaan konsep di semua jenjang.
2)      Pendekatan STM efektif untuk menstimulasi siswa-siswa mempelajari konsep-konsep.
3)      Pendekatan STM untuk jangka pendek baik untuk penguasaan konsep.
4)      Siswa-siswa STM mendapatkan nilai sebaik siswa-siswa konvensional dalam tes standart.

D.    Kritik, Permasalahan/kendala dalam Penerapan pendekatan STM.
Beberapa penelitian terhadap pendekatan STM memang menunjukkan adanya nilai tambah yang bermacam-macam. Secara umum kecuali mengaktifkan atau memandirikan siswa juga mendorong kreativitas guru, sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Efisien, dan Menyenangkan). Namun, sepanjang penerapannya tidak semulus yang diharapkan. Beberapa kritik mempertanyakan atau meragukan efektivitas dan efisiensi dari pendekatan STM. Pembelajaran sains dinilai “miskin” konsep sains, karena pembahasannya secara interdisipliner maka pada umumnya tinjauan sains cenderung hanya superficial saja. Di samping itu, sains juga dipandang sangat “membahayakan” bila meleburkan sains dengan politik, ekonomi, moral, maupun hukum. Dikatakan juga bahwa belum tentu kebenaran sains sejalan dengan kebijakan politik, ekonomi, atau kebenaran moral dan hukum suatu negara.
Di Indonesia, dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Kendala utama adalah dari pihak guru. Budaya guru Indonesia yang cenderung mengajar seperti apa yang pernah mereka terima dari gurunya dan enggan untuk berkreasi/inovasi merupakan faktor sulitnya menerapkan pendekatan STM. Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009), melaporkan hasil penelitian tentang perspektif guru dalam penyusunan dan pelaksanaan sebuah pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ketidakpastian tentang evaluasi, andfrustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil-hasil temuan tersebut akan berguna dalam menyelenggarakan program pengembangan guru.
Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Guru lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya penemuan masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman konsep lebih banyak dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat retensi yang lebih lama.
Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam kelas banyak, guru akan kewalahan dalam  pendampingan kelompok dan pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam proses pembelajaran.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat terlibat dalam pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh guru. Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat ditentukan oleh peran guru dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Demikian pula, dalam hal kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam memberikan klarifikasi dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok. Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan. Konsekuensinya, dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluasi terutama pada domain penguasaan konsep. Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat meningkatkan akurasi data yang dibutuhkan dalam mengevaluasi perkembangan anak.
Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan faktor penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten tertentu, kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang baik untuk memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan pada akhir semester.
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran.
Hambatan lain dalam penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam pembelajaran.
Selain itu, faktor yang menyebabkan pelaksanaan pembelajaran STM tidak lancar adalah sistem penilaian yang diterapkan secara nasional yang cenderung berorientasi pada aspek kognitif. Apalagi kalau sistem penerimaan siswa baru di tingkat SMP dan SMA yang masih mengandalkan nilai UAN, begitu juga dengan seleksi mahasiswa baru yang hanya berdasarkan tes kognitif saja membuat guru tidak tergerak untuk menerapkan pembelajaran ynag menekankan penilaian non-tes (portofolio dan observasi kegiatan) seperti yang diberlakukan dalam pendekatan STM.

E.     Solusi Terbaik agar Pendekatan STM Mampu Ditanamkan dengan Baik di Indonesia
     Agar pelaksanaan penerapan pendekatan STM dapat berkembang di Indonesia perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
1.    Sosialisasi pendekatan STM disertai dengan pelatihan guru untuk merancang dan mempraktekkannya.
2.    Pengembangan sumber belajar baik secara tertulis maupun alam sekitar yang menunjang kelancaran pembelajaran.
3.    Modifikasi/perubahan sistem penilaian secara menyeluruh di setiap sector pendidikan tidak hanya bertolak pada tes pencapaian aspek kognitif saja, porsi yang memadai untuk hasil penilaian non-tes.
4.    Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya.
5.    Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya, mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak perlu dibekali surat pengantar dari sekolah, atau sekolah melakukan pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan dilaksanakan. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan penbahsan yang telah dibahas pada bab II di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1.       Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) yang diterjemahkan dari akronim bahasa Inggris STS (“Science-Technology-Society”) adalah gerakan pembaharuan dalam pendidikan IPA. Pembaharuan ini mula-mula terjadi di Inggris dan Amerika, sekarang sudah merebak ke negara-negara lain.
2.       Pendekatan STM pada hakekatnya dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat.
3.       Implementasi pendekatan STM, dapat dilakukan melalui empat fase yaitu invitasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
4.       Secara konseptual pendekatan STM memiliki beberapa nilai tambah, baik yang merupakan sasaran utama maupun yang berbentuk dampak pengiring.
5.       STM sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran mempunyai permasalahan atau kendala dalam pelaksanaannya
6.       Pendekatan STM harus mampu ditanamkan dengan baik di Indonesia.

B.     Saran
STM sebagai pendekatan dalam pembelajaran harus mampu ditanamkan dengan baik di Indonesia meskipun banyak permasalahan atau kendala yang dihadapai dalam proses pelaksanaannya.




DAFTAR PUSTAKA
 Aisyah. 2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 15 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Asy’ari, Maslichah. 2006. Penerapan Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat. Universitas Sanata Darma. Yogyakarta.
Bennett, Judith, S. Hogarth, F. Lubben . 2003. Review “A systematic review of the effects of context-based and Science-Technology-Society (STS) approaches in the teaching of secondary science”. EPPI-Centre University of London. Dari  http://eppi.ioe.ac.uk/ , diakses tanggal 6 Oktober 2009.
Bennett, Judith, S. Hogarth, F. Lubben dan A. Robinson. 2005. Review “The effects of context-based and Science-Technology-Society (STS) approaches in the teaching of secondary science on boys and girls, and on lower-ability pupils”. EPPI-Centre University of London. Dari  http://eppi.ioe.ac.uk/ , diakses tanggal 6 Oktober 2009.
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Raja, Kenneth P. 2009. Examintion of the science-technology-society with curriculumapproach.http://www.cedu.niu.edu/scied/courses/ciee344/course files_king/sts_reading.htm. Diakses tanggal 6 Oktober 2009.
Sumintono, Bambang. 2008. Mengemas Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pengajaran Sekolah. Dari  http://deceng.wordpress.com/ , diakses 25 September 2009.
Widyatiningtyas, Reviandari. 2009. Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya. http://educare.e-fkipunla.net. Diakses 25 September 2009.
Yager, Robert E. 1994. Assessment Result with the Science/Technology/Society Approach. Science and Children (Journal). Pdf. File.

Sabtu, 06 Juli 2013

Istilah-Istilah dalam Geografi



Istilah-Istilah dalam Geografi


1
Autarki
:
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan bahan mentah/jadi untuk keperluan sendiri
2
Barter
:
perdagangan tukar menukar barang
3
Black Belt
:
perkampungan bangsa kulit hitam di Amerika
4
Black Country
:
daerah pertambangan bijih besi di Inggris
5
Cotton Belt
:
daerah perkebunan kapas di Amerika
6
Corn Belt
:
daerah perkebunan jagung di Amerika
7
White Belt
:
daerah perkebunan gandum di Amerika
8
Campo
:
sabana di Brazil
9
Cognac
:
pabrik anggur di Perancis
10
Catchcrop
:
tanaman selingan di antara tanaman keras, yang dapat diambil hasilnya lebih dulu
11
Tumpang Sari
:
tanaman selingan di antara tanaman yang berumur pendek
12
Tumpang Gilir
:
tanaman yang dapat menggantikan tanaman pokok
13
Cold Waves
:
angin dingin di USA yang berasal dari Canada Utara
14
Dominion
:
negara merdeka di bawah pengawasan kerajaan Inggris
15
Devisa
:
alat pembayaran/kekayaan suatu negara yang ada di luar negeri
16
Dumping
:
politik perdagangan yang menurunkan harga barang serendah-rendahnya dalam negeri, dengan tujuan membunuh perusahaan lain
17
Eksplorasi
:
penyelidikan terhadap barang mineral
18
Eksploitasi
:
penggalian barang mineral
19
Embargo
:
larangan perdagangan
20
Hak Eigendom
:
hak memiliki tanah untuk selamanya
21
Hak Erfpacht
:
hak mempergunakan tanah selama 75 tahun
22
Hak Opstal
:
hak mendirikan bangunan di atas tanah negara untuk masa 30 sampai 75 tahun
23
Inflasi
:
uang yang beredar pada suatu negara terlalu banyak, sehingga barang-barang naik
24
Industrialisasi
:
mendirikan pabrik-pabrik untuk meningkatkan produksi
25
Kartel
:
gabungan dari perusahaan-perusahaan sejenis
26
Kontingentering
:
pembatasan banyaknya barang yang diimport untuk melindungi industri dalam negeri
27
Lisensi
:
ijin untuk mendapatkan barang
28
Liquidasi
:
pembubaran suatu perusahaan
29
Lano
:
sabana di Venezuela dan Bolivia
30
Mangrove
:
hutan bakau. Banyak terdapat pada pantai yang berlumpur
31
Monokultur
:
mengusahakan pertanian hanya dengan satu macam tanaman
32
Proteksi
:
melindungi produksi dalam negeri dengan jalan membatasi barang-barang yang diimport
33
Prairie
:
padang rumput di USA
34
Pampas
:
padang rumput di Argentina
35
Rasionalisasi
:
mempertinggi produksi dengan cara mengurangi jumlah pekerja
36
Standardinasi
:
membuat hasil industri dengan ukuran yang sama
37
Selvas
:
hutan rimba di daerah Amazona Brazil
38
Station
:
daerah penggembalaan ternak di Australia
39
Squatter
:
pemilik tanah penggembalaan di Australia
40
Tanah Konsensi
:
tanah yang disewa oleh perusahaan asing dari pemerintah
41
Teritorium
:
daerah yang belum berpemerintahan
42
Subak
:
organisasi pengairan di Bali
43
Ngaben
:
upacara pembakan mayat di Bali
44
Golden Key
:
sebutan untuk terusan Suez
45
Sovchos
:
tanah pertanian milik pemerintah
46
Kolchos
:
tanah pertanian milik koperasi
47
Sudesco
:
pabrik tepung kopra di Minahasa
48
Cocas
:
batubara yang sudah diambil gas asamnya
49
Black Gold
:
emas hitam (julukan untuk minyak bumi)
50
Iglo
:
rumah bangsa iskimo yang terbuat dari balok es
51
Silo
:
gudang gandum di Mexico
52
Shelf
:
laut dangkal yang dalamnya kurang dari 200 meter
53
Pantograf
:
alat yang digunakan untuk memperbesar gambar
54
Vulkanisme
:
kejadian yang berhubungan dengan gerakan magma dalam kerak bumi
55
Travertin
:
bangun kapur yang terbentuk karena air tanah yang berkadar kapur naik ke permukaan
56
Tsunami
:
gelombang laut yang sangat besar
57
Visa
:
surat ijin masuk suatu negara
58
Fumarol
:
sumber uap air
59
Mofet
:
sumber gas asam arang (CO2)
60
Demersal
:
jenis ikan laut yang hidup di dasar laut dangkal
61
Solfatra
:
sumber gas belerang
62
Oikumene
:
daerah yang dapat didiami oleh manusia
63
Anoikumene
:
daerah yang tidak dapat didiami oleh manusia